Jumat, 19 Agustus 2016

GURU



Edisi Perenungan Diri

~ Suatu ketika berjalan di depan  rumah salah seorang guru SD ku dulu (Perumnas Kota Baru Jambi). Terharu. Terlintas kenangan 30an tahun lalu. Saat itu aku belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Bagaimana sabarnya beliau saat itu. Mengajari dan membimbingku. Maklum, saat itu aku anak kecil yang manja.

~ Sosok guruku menjadi inspirasi. Pertanyaan mengenai cita-cita apa yang diinginkan kelak, selalu kujawab “Mau jadi Guru”. Entah apa dan bagaimana profesi guru, aku tak tau saat itu. Setiap bermain peran ‘sekolah’ bersama kawan-kawan masa kecilku, aku selalu tampil menjadi guru. Tidak harus aku yang minta, bahkan mereka yang selalu memintaku memainkan peran itu.

~ Ini menarik ingatanku  kembali pada  tulisan Pak Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Mendikbud, pada Senin, 24 Nopember 2014 yang kubaca dari Liputan6.com. Pak Anies menuliskan bahwa menjadi guru bukanlah pengorbanan. Menjadi guru adalah sebuah kehormatan. Dipundak guru, pendidik dan tenaga kependidikan, ada wajah masa depan Indonesia.
Diriku yang telah memilih jalan terhormat ini untuk hadir bersama anak-anak bangsa, pemilik masa depan Indonesia sejak Juli 2004 menyadari bahwa masih banyak yang harus kuperbaiki dari dalam diriku sendiri. Begitu besar amanah bangsa ini yang telah menitipkan persiapan masa depan bangsa dan negara Indonesia di pundak guru. Subhanallah.

Secara konstitusional, mendidik adalah tugas negara. Tapi secara moral, mendidik adalah tugas setiap orang terdidik. Tak mau banyak berjanji, aku hanya mencoba. Sebagai manusia yang telah dididik untuk mendidik diantara orang-orang terdidik lainnya, aku mencoba hadir  untuk membuka mimpi anak-anak . Mencoba menemani mereka untuk bisa melampaui mimpi mereka. Mimpi adalah cermin pengetahuan, cermin wawasan. Kan kubiarkan mimpi mereka terbang tinggi sambil terus mengingatkan bahwa mereka harus kerja keras dan cerdas disertai dengan doa. Tidak hanya untuk mereka. Tapi juga untukku. Aku adalah guru bagi diriku. Aku akan belajar dari hidupku.   


Jambi, 20 Agustus 2016

Sabtu, 16 Mei 2015

Prakarya dan Kewirausahaan

PEMANFAATAN LIMBAH PERCA 
(Aplikasi Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di SMA Negeri 1 Batanghari)

Kata limbah sudah tidak asing lagi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik suatu industri maupun rumahtangga. Limbah ada bermacam-macam, ada limbah padat, cair ada juga limbah beracun yang dapat membahayakan lingkungan sekitarnya. Banyak yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah menjadi benda atau barang yang berguna dan bernilai jual. 
Salah satu limbah padat yang dapat dimanfaatkan adalah kain perca. Perca dapat dijadikan usaha sebagai bisnis atau home industry dengan bermodalkan ide dan kreatifitas.
Pada pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Kelas X terdapat materi kerajinan Limbah Tekstil. Salah satu limbah tekstil yang dipilih untuk dimanfaatkan menjadi produk kerajinan adalah kain perca. Hal ini karena perca merupakan limbah yang banyak terdapat disekitar lingkungan siswa, selain itu selama ini perca dianggap tidak berguna dan seringkali dibuang atau dibakar. Padahal potongan kain perca yang sudah tidak terpakai dapat dimanfaatkan untuk tas kain, tatakan gelas, sprei, sarung bantal, isi bantal, boneka atau kerajinan tangan lainnya yang memiliki nilai ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam materi ini antara lain;

  1. Melakukan identifikasi desain produk dan pengemasan karya kerajinan limbah perca
  2. Mendesain sendiri produk yang akan dibuatnya
  3. Mengidentifikasi berbagai sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaha pemanfaatan limbah ini menjadi produk kerajinan
  4. Melakukan proses produksi dan pengemasan hasil produksi.










Setelah  melakukan tahap praproduksi dan produksi pemanfaatan limbah perca ini, siswa diharapkan mampu memanfaatkan dan mengembangkan limbah perca ini menjadi suatu barang yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dengan jiwa wirausaha. Seseorang yang berjiwa wirausaha harus mampu lebih produktif dan pantang menyerah sehingga dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain.

Rabu, 03 Desember 2014

CHSG (Curahan Hati Seorang Guru)


Membaca Surat untuk Ibu dan Bapak Guru dari Mendikbud Anies Baswedan, terselip kata-kata ” Menjadi guru bukanlah pengorbanan. Menjadi guru adalah sebuah kehormatan,” Kata-kata itu sangat menohok jantungku dan menggerakkan tanganku untuk menarikan rasa dan pikiranku di atas keyboard laptopku. Selama sepuluh tahun ini aku merasa sangat rendah diri dengan profesiku ini. Kuakui bahwa pendidikan formal Strata satu yang pernah kutempuh bukanlah dari jalur pendidikan. Tapi cita-citaku semasa kecil untuk menjadi guru tetap terpatri kuat di hati dan pikiranku. Ternyata Tuhan telah menakdirkan diriku untuk menjadi seseorang sesuai dengan harapanku itu.

Tanggal 7 Desember 2014 nanti, sertifikat sebagai pendidik professional akan kuterima. Aku galau (kata anak-anak muda jaman sekarang). Bagaimana tidak? Di satu sisi, aku bahagia, dengan sertifikat yang akan diterbitkan itu akan berdampak meningkatkan keuangan rumahtanggaku (mungkin…??? INSYAALLAH, ALHAMDULILLAH). Tapi di sisi lain,justru  kekhawatiran terhadap gelar professional itu semakin besar menghantui diriku. Mampukah aku? Layakkah aku? Selama sepuluh tahun ini mengabdi (subhanallah,,, tinggi sekali kata itu kupakai, mungkin lebih tepatnya bekerja) aku merasa belum memberikan apa-apa. Aku merasa masih anak kemarin sore yang baru punya sedikit pengetahuan, dan sudah sombong untuk memberikannya kepada murid-muridku. Masya Allah.

Malam sebelum aku memejamkan mata di pembaringan, sering aku berdialog dengan hatiku. Apa yang sudah terjadi denganku seharian tadi di sekolah? Ucapanku? Pikiranku? Tindakanku? Adakah teman-temanku terluka karena ucapanku? Ataukah murid-muridku tersakiti dan teraniaya oleh kata-kata dan perlakuanku?

Astaghfirullahal’adziim…. Astaghfirullahal’adziim….Astaghfirullahal’adziim.

Teruntuk murid-muridku :
Ada waktu di mana aku menunda masuk ke dalam kelas karena urusan pribadiku, atau karna menyelesaikan pekerjaan menilai tugas-tugas kalian yang belum selesai.  Adakala karena masalah pribadiku , emosiku terbawa ke dalam ruang kelas dan tertumpahkan kepada kalian.

Allahu Rabbi. Ampuni aku!

Ratusan raga yang telah memanggilku “Bu Guru”, Kumohon maaf pada kalian. Ku mohon ikhlaskan waktu kalian yang telah terbuang karna ulahku. Jangan kalian takut kepadaku karena nilai-nilai kalian ada diujung penaku.  Jangan kalian membungkukkan badan kepadaku hanya karena takut pada status pekerjaanku. Aku bukan dewa yang harus kalian sembah, murid-muridku.

Anandaku sayang, meski guru bukanlah dewa yang patut disembah, tapi tidak lah berdosa jika kau raih tangannya lalu kau cium dan berharap restu dan doa darinya. Salam dan sapa yang selama ini ada semoga bukan sekedar basa basi semata. Mari kita jadikan tradisi baik ini sebagai pengikat jiwa kita sebagai sesama makhluk Tuhan Sang Pencipta.

Murid-muridku, Aku bukan orang sempurna yang memiliki segala ilmu yang kalian butuhkan. Mungkin aku memberi sedikit pengetahuan yang kumiliki untuk kalian. Tapi lebih banyak kita belajar bersama untuk mendapatkan sesuatu yang bermakna bagi kita. Kita sering berada dalam suatu scenario pembelajaran yang telah kurancang sebelumnya untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan kurikulum kita (yang cenderung selalu berubah-ubah).  Mungkin kalian menganggap bahwa belajar hanya merupakan kewajiban untuk menerima materi-materi pelajaran di sekolah, kewajiban mengerjakan tugas-tugas dan latihan-latihan yang diberikan oleh guru. Bahwa belajar hanya merupakan jalan untuk memperoleh angka-angka yang akan tertera di buku lapormu. Bukan! Murid-muridku, hakikat belajar itu bukan hanya sebatas dinding kelas saja. Kalian bisa belajar dari setiap hal yang ditemui dan dialami. Semoga saja kalian dapat menjadikan belajar itu sebagai suatu kebutuhan untuk mencapai kesuksesan masa depanmu bukan sekedar kewajiban. Karena Sukses adalah pilihan . Dan sekolah dapat menjadi jembatan menuju masa depanmu itu,nak!

Untuk rekan-rekan guru :
Wahai rekan-rekan seprofesiku, menurutku kita adalah bagian dari jembatan itu. Terkadang kita diposisikan menjadi lantai jembatan untuk mereka titi dan berjalan diatasnya. Bukan berarti kita manusia hina yang bisa dipijak untuk mencapai tujuan mereka (Masya Allah, semoga tidak !). Tapi kita adalah dasar dan landasan mereka untuk melanjutkan perjalanan panjang mereka menjadi manusia sukses di masanya. Kita juga bisa ditempatkan menjadi rangka samping, tiang dan atau palang pegangan di tepi jembatan. Di mana mereka menjadikan apa yang telah kita berikan sebagai pegangan mereka. Bahkan jika mungkin jembatan itu ada atapnya. Kita dapat saja menjadi atap itu yang menaungi murid-murid kita selama perjalanan mereka menuju masa depannya karena kita adalah orangtua mereka di sekolah.

Wahai sahabat-sahabat guru, mungkin terlalu manis perumpamaan yang ada di pikiranku. Sangat kontras dengan kalimat Pak Menteri kita : “Menjadi guru bukanlah pengorbanan”. Kenyataannya kita memang harus berkorban.  Tapi semoga pengorbanan yang kita lakukan dapat menghantarkan murid-murid kita sesuai dengan harapan dan cita-citanya. Sekalipun kita hanya sebuah jembatan bambu.

Untuk Pemerintah :
Tidak banyak yang kuuraikan, hanya mengulang kalimat-kalimat Mendikbud bahwa :
Pemerintah di semua level harus menempatkan guru dengan sebaik-baiknya dan menunaikan secara tuntas semua kewajibannya bagi guru. Pekerjaan rumah pemerintah, di semua level masih banyak, mulai dari masalah status kepegawaian, kesejahteraan, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan guru harus dituntaskan.
***

Aku menyanjung dan tersanjung kalimat Pak Anies Baswedan, “Menjadi guru adalah sebuah kehormatan.” Subhanallah.
Jauhkan sifat sombong dariku ya Allah dengan kalimat Pak Anies itu. Aku lebih ingin memandang profesiku ini sebagai suatu amanah. Di mana pendidikan adalah ikhtiar fundamental dan kunci untuk dapat memajukan bangsa. Potensi besar di Republik ini akan dapat dikembangkan jika manusianya terkembangkan dan terbangunkan. Kualitas manusia adalah hulunya kemajuan dan pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam meningkatkan kualitas manusia.  

Aku telah memilih menjalani hidupku di dunia pendidikan, memilih hadir bersama anak-anak bangsa, bersama para pemilik masa depan Indonesia. Aku bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Aku hanya manusia biasa yang mencoba menjalani amanah dengan segala kemampuan dan keterbatasanku.

Think big, start small, and act now!

Insya Allah.

Muara Bulian, 2 Desember 2014

11.45 pm.

Selasa, 16 September 2014

SMAN 1 Batanghari mengikuti PIRN XIII Tahun 2014



Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka dunia pendidikan harus mempersiapkan untuk menghadapi tantangan globalisasi pada semua jenjang pendidikan. Sekolah sebagai institusi pendidikan dituntut  untuk melakukan segala upaya yang mengacu pada penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui penyesuaian terhadap standar pendidikan dalam maupun luar negeri, yang memiliki reputasi mutu internasional.
Kemajuan pendidikan tidak terlepas dari perkembangan  ilmu pengetahuan dan tehnologi. Yang menjadi dilema sekarang ini siswa kurang tertarik mengembangkan ilmu pengetahuan dan memahami penulisan karya ilmiah remaja, padahal di Perguruan Tinggi, karya ilmiah merupakan tugas dari semua dosen yang mengampunya. SMA Negeri 1 Batanghari melalui organisasi siswa intra sekolah (OSIS) memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang siap dalam menghadapi tantangan globalisasi. Sekolah menyediakan wadah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam memberi dasar sikap ilmiah yaitu : jujur, optimis, terbuka, percaya diri, toleransi, kreatif, kritis, dan skeptisa. Wadah tersebut adalah Kelompok Ilmiah Remaja (KIR).
Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu;  “ Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetehuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani & rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan upaya-upaya lain untuk meningkatkan kemampuan siswa. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan PIRN XIII Tahun 2014 yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi pada tanggal 7 - 14 September 2014 di Wakatobi Sulawesi Tenggara
Pemerintah Kabupaten Wakatobi bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) XIII Tahun 2014. Dimana Kabupaten Wakatobi ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan kegiatan tersebut yang berlangsung dari tanggal 7 sampai dengan 14 September. Kegiatan ini secara resmi dibuka di Lapangan Merdeka, Senin (8/9) sore WITA.
Tema PIRN kali ini adalah "Iptek Untuk Keberlangsungan Bahari dan Daya Saing Bangsa". Pengelolaan bahari Indonesia yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi berpotensi untuk memberikan empat manfaat dari empat sisi, yakni ekonomis, ekologi, estetika, dan pendidikan serta penelitian. Keberadaan Taman Nasional Wakatobi telah menjadikan kabupaten tersebut tidak hanya magnet para wisatawan, tapi juga laboratorium alam yang luar biasa bagi peneliti di seluruh penjuru dunia.
Kegiatan itu diselenggarakan untuk meningkatkan minat dan kemampuan remaja di bidang ilmu pengetahuan dan penelitian, serta membimbing remaja melaksanakan penelitian ilmiah yang terkait dengan lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budaya berpikir kreatif dengan prinsip-prinsip ilmiah. Selain itu peserta juga dapat bertindak sebagai duta wisata yang akan mempromosikan Wakatobi. Di dalam PIRN juga diselenggarakan kegiatan workshop guru bagi guru pembimbing.
Kegiatan ini dilaksanakan di sebanyak 9 tempat di Kabupaten Wakatobi dan melibatkan 10 peneliti LIPI yang bertindak sebagai instruktur. Selama kegiatan berlangsung, peserta PIRN mendapatkan materi metodologi penelitian dalam kelas di Bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), dan Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT). Selain kegiatan kelas, peserta juga mendapatkan materi pelatihan penelitian di lapangan dan pembimbingan untuk menulis karya tulis ilmiah. Pada praktiknya peserta juga membuat teknologi tepat guna diantaranya alat pedeteksi tsunami, pengubah air asin menjadi air tawar, penyaring logam di air, dan lain sebagainya.




Peserta PIRN XIII Tahun 2014 dari SMAN 1 Batanghari


Peta Lokasi Penelitian 





Pemberian materi di kelas






Kegiatan Penelitian






Senin, 21 Januari 2013

MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY


Model pembelajaran Inquiry (inkuiri), merupakan salah satu model pembelajaran terkenal. Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Model pembelajaran Inquiry (inkuiri) bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan intelektual yang terkait dengan proses berpikir reflektif.
Teori yang mendasari model pembelajaran ini:
1. Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya;
2. Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya tersebut;
3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan/digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa;
4. Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu siswa belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan belajar menghargai penjelasan atau solusi altematif.
Sanjaya menyatakan, ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi model pembelajaran Inquiry (inkuiri). Pertama, model pembelajaran Inquiry (inkuiri) menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam model pembelajaran Inquiry (inkuiri) menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan. Ketiga, model pembelajaran Inquiry (inkuiri) adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inquiry siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
model pembelajaran Inquiry (inkuiri) terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis model pembelajaran Inquiry (inkuiri) tersebut adalah:
Inquiry Terbimbing (guided inquiry approach)
Model pembelajaran Inquiry (inkuiri) terbimbing yaitu posisi guru membimbing siswa dengan melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya.
Inquiry Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya model pembelajaran Inquiry (inkuiri) ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inquiry. Karena dalam model pembelajaran Inquiry (inkuiri) bebas, menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Inquiry Bebas yang Dimodifikasi ( modified free inquiry approach)
Model pembelajaran Inquiry (inkuiri) ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua model pembelajaran Inquiry (inkuiri) sebelumnya, yaitu: model pembelajaran Inquiry (inkuiri) dan model pembelajaran Inquiry (inkuiri). Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada.
Prosedur Pembelajaran
Tujuan utama dari model pembelajaran inquiry  adalah membuat siswa menjalani suatu proses tentang bagaimana pengetahuan diciptakan. Untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada sesuatu (masalah) yang misterius, belum diketahui, tetapi menarik. Namun, perlu diingat bahwa masalah, tersebut harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan (discoverable ideas), bukan mengada-ada.
Model ini sangat penting untuk mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan agar siswa mampu berpikir ilmiah, seperti
1.keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena,
2. kemandirian belajar,
3.keterampilan mengekspresikan
  secara verbal,
4. kemampuan berpikir logis, dan
5. kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.

Kepustakaan:
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2008).